tukangtranslate

Archive for August, 2008|Monthly archive page

Lokakarya HPI

In Himpunan Penerjemah Indonesia on August 11, 2008 at 9:24 am

Teknologi Informatika untuk Penerjemah:

TEKNOLOGI MEMBANTU ATAU MENGANCAM PENERJEMAH?

Apakah:

· Peranti penerjemah (translation software)
·
Memori terjemahan (translation memory/TM)

·
Mesin pencari (search engine)

·
Situs pencari pesanan pekerjaan (job site)

·
Kamus elektronik?

· Berapa banyak dari kita yang sudah melakukan pekerjaan terjemahan yang memahami peranti di atas?
· Seperti apa dan bagaimana teknologi informatika (TI) dapat membantu penerjemah mencapai keberhasilan pemberdayaan diri dan meningkatkan efisiensi kerja?

Dapatkan jawabannya di acara:

“LOKAKARYA TEKNOLOGI INFORMATIKA

UNTUK KEBERHASILAN PENERJEMAH”

Catat waktunya!

Sabtu, 30 Agustus 2008

9.00 – 17.00

Hotel Harris

Jl. Dr. Saharjo No. 111 (Tebet)

Jakarta 12810

Biaya (termasuk kudapan rehat kopi, santap siang, dan sertifikat):

– Rp 500.000 untuk anggota HPI

– Rp 750.000 untuk umum

Untuk keterangan lebih lanjut, harap hubungi:

HUMAS HPI: 0811881158, 081317677494 atau email:sekretariathpi@ gmail.com

Artikel tentang penerjemah

In penerjemah on August 7, 2008 at 7:58 pm
Tentang Penerjemah
(Monday, 23 January 2006) – Contributed by Farah Riziani –
Last Updated (Monday, 23 January 2006)
BAHASA Tentang Penerjemah oleh BENNY H HOED yang menanggapi Alfons Taryadi dalam rubrik ini pada Jumat 16 Desember 2005 mengeluh tentang terjemahan yang ngawur. Ia memberikan contoh terjemahan yang dapat dikategorikan sebagai salah, tidak mengalihkan pesan secara betul. Apa yang sedang terjadi di bidang penerjemahan di negeri kita?

Di kalangan kita masih terjadi ketidakpahaman akan kemampuan dan peran penerjemah, yakni mengalihkan pesan teks suatu bahasa ke bahasa yang lain dan berperan sebagai jembatan menghubungkan dua pihak. Posisinya sangat strategis. Kesalahan penerjemahan memberikan dampak yang buruk pada pemahaman pembaca.

Fasih berbahasa asing tidak dengan sendirinya mampu menerjemahkan. Penguasaan bahasa sasaran sangat penting. Kemampuan menerjemahkan bertumpu pada pengalaman, bakat, dan pengetahuan umum: gabungan pengetahuan atau inteligensi (kognitif), rasa bahasa (emotif), dan ketrampilan menggunakan bahasa (retoris). Seorang penerjemah tidak dapat menerjemahkan naskah untuk segala bidang. Penerjemah harus menguasai pengetahuan umum, seperti tentang kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya, teknologi, dan ilmu pengetahuan.

Penerjemah yang berspesialisasi, misalnya hukum, teknik, atau kedokteran, harus menguasai substansi yang diterjemahkannya. Sering terjadi seorang penerjemah “dipaksa” menerjemahkan teks dengan substansi apa saja. Penerjemah adalah profesi. Mempekerjakan penerjemah harus berdasarkan kriteria profesional dan tidak sekadar karena kenal atau karena kata orang saja. Bila kita belum mengenal kemampuannya, ia harus diminta menerjemahkan satu halaman untuk kita
nilai kualitasnya.

Editor penerbit masih banyak yang tidak memerhatikan kualitas terjemahan, tetapi semata-mata bahasa Indonesianya agar layak terbit dan laku jual. Dalam penerbitan terjemahan diperlukan pemeriksa kualitas terjemahan (disebut reviser), yang menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, untuk mengurangi risiko kesalahan. Penerjemahan film juga masih memprihatinkan karena penerjemahnya diambil tanpa menggunakan kriteria profesional. Intinya, kualitas
terjemahan harus diutamakan.

Penerjemah adalah profesi praktis dan nonakademis yang bertumpu pada kemampuan berpikir, rasa bahasa, dan kemampuan retoris.Peneliti dan kritikus terjemahan adalah profesi yang sifatnya akademis atau semiakademis. Mereka pengkaji dan bukan praktisi penerjemahan.
Pendidikan sarjana, magister, atau pun doktor di bidang penerjemahan memberikan kemampuan akademis dan bukan praktis di bidang penerjemahan, kecuali jika kurikulumnya memang dirancang untuk menghasilkan penerjemah.

Kualitas penerjemah berdampak pada kualitas terjemahan. Penerjemah berkualitas buruk akan menghasilkan terjemahan yang buruk. Pertanyaannya bagaimana menanggulangi masalah ini?

Pertama,Salah satu butir kode etik Himpunan Penerjemah Indonesia menyebutkan penerjemah tidak dibenarkan menerima pekerjaan penerjemahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Ini untuk menjaga kualitas.

Kedua,Penerjemah harus selalu meningkatkan dan memperluas serta menyegarkan pengetahuannya.

Ketiga, sebagai tempat mengembangkan program pelatihan di samping program pendidikan formal di jenjang pascasarjana (spesialis atau magister).

Keempat, HPI sedang membina para penerjemah dengan pendidikan nonformal untuk meningkatkan kualitas.

Kelima, peneliti dan kritisi terjemahan harus berperan sebagai pendorong peningkatan kualitas.

Keenam, pengembangan karir penerjemah harus mendapat dorongan dari masyarakat pengguna. Penerjemah dalam birokrasi harus diberi jabatan fungsional agar karirnya terjamin (upaya ini sedang ditangani oleh Sekretariat Negara dan Kementerian PAN).

Ketujuh, perlu ada standardisasi kualitas melalui ujian kualifikasi (sejak tahun 1968 sudah dilakukan oleh Universitas Indonesia). Itulah sketsa profesi penerjemah di Indonesia. Semoga penerjemahan yang ngawur seperti dikeluhkan Alfons Taryadi bisa berkurang jumlahnya. Namun, kelihatannya kita masih harus bersabar.

* Penulis Ketua Umum Himpunan Penerjemah Indonesia, Guru Besar Emeritus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, Depok.

Hello world!

In Uncategorized on August 7, 2008 at 5:20 am

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!